Cinta dalam hati


 Langkah kaki nya terhenti di ambang pintu Perpustakaan. Pandangannya tersita pada sebuah sosok laki-laki tinggi yang sedang fokus membaca buku. Ia kenal laki-laki itu. Ia tahu.

“Cit, kenapa diem disini aja? Masuk lah!” Tania heran mengapa Citra mematung di pintu Perputakaan.
“Eh/! Mm.. Lo duluan aja deh, Gue mau ke kamar mandi dulu” sahut Citra.
“Lho kok?! Yaudah deh, cepet ya!”
Citra mengangguk, saat ingin melangkahkan kaki nya pergi, ingin rasanya ia kembali melihat ke dalam perpustakaan, melihat kearah laki-laki itu, pastinya. Citra pun memutar kepalanya, tanpa sengaja laki-laki itu melihat juga kearahnya, dan pandangan mereka bertemu. Citra menoleh cepat kearah lain lalu melangkah pergi.
Laki-laki itu tersenyum. Tanpa berpikir panjang, ia tutup buku yang sedang ia baca-mengembalikan ke rak buku lalu meninggalkan perpustakaan.


Tuhan… kenapa sih harus ada dia lagi, dia lagi. Aku mau satu hari aja nggak melihat dia. cukup Tuhan.. cukup. Semakin sering melihat maka semakin—“
“Kenapa nggak jadi masuk ke Perpus?” ucap seseorang tiba-tiba dari belakang Citra. Sontak Citra membalikan badannya cepat. Astaga!
“Ka..mu! hh.. buat kaget aja!” ucap Citra dengan gugup, terkejut!
“Kaget ya? Biasa aja dong, nggak usah merah gitu mukanya” ledek laki-laki itu.
“Riko! Udah deh! Aku tuh kaget tauk nggak! Untung nggak jantungan! Lagian juga ngapain kamu disini? bukannya tadi lagi baca?”
Riko. Laki-laki yang membuat Citra mengurungkan niatnya memasuki perpustakaan. Riko laki-laki yang ia minta Tuhan untuk sesegera mungkin menjauhkannya.
Riko tersenyum meledek. “Aku disini karena mau liat kamu!”
Ya Tuhan.. Lagi-lagi kalimatnya membuatku seketika membatu…
“Ah?! Nggak usah bercanda deh, nggak usah sok—“
“Citra?! Riko?!”
Citra dan Riko menoleh cepat.
Nadia.. Tuh kan! Panjang deh urusannya..!!!
“Hai Cit! Hai Rik!” sapa Nadia. Senyum yang beda ia tunjukan saat menyapa Riko. Jelas! Karena Riko adalah laki-laki yang ia kagumi, dalam arti yang lain.
Riko tersenyum palsu. Sementara Citra tersenyum memaksa.
“Kalian lagi apa disini?”
“Ehh kita—“
“Lagi ngobrol” selak Riko
Citra menghembuskan nafasnya pelan. Kenapa harus ngomong itu sih, Riko…
“Ngobrol apa? Gue gabung boleh kan?” Tanya Nadia. Matanya berkilauan bagaikan mutiara.
Riko tersenyum lalu melirik Citra yang menunduk seperti menutupi sesuatu.
Nadia tersenyum. “Lagi ngobrol apa tadi?”
Riko menoleh ke Citra. “Lagi ngobrol apa kita tadi?”
Citra mengangkat wajahnya. “Eh… apa ya? Lupa” ucapnya berbohong.
Riko melihat kearahnya, dengan pandangan menyelidik.
Citra yang sadar Riko melihat kearahnya, buru-buru berucap.
“Gue lupa, harus ke Perpus. Tania tungguin gue disana Eh.., duluan ya, bye!” katanya, tanpa menunggu respon dari Riko dan Nadia, ia melangkah pergi.
Riko melihat Citra yang kini berjalan jauh darinya. Lebih tepatnya kini hanya punggung Citra yang terlihat oleh kedua matanya, semakin lama, semakin jauh, dan menghilang di balik tangga.
“Rik! Udah biarin, kan ada ague sekarang” ucap Nadia, seperti tahu apa yang ada dipikiran Riko.
Riko menoleh kearah Nadia lalu tersenyum.
“Kita ngobrol apa ya? Mm.. oh ya gimana band lo? Katanya besok mau tampil di Mall ya? Aduh udah makin eksis aja deh, gue janji bakal nonton kalian, paling depan!”
Riko hanya diam. Ia tidak sama sekali sadar apa yang sudah dikatakan Nadia, otaknya sedang berpikir keras, mengapa Citra akhir-akhir ini menghindar darinya.
“Rik!” sekali lagi Nadia memanggil. Mencoba menyadarkan lamunan Riko.
“Ah? Kenapa, Nad?”
“Lo ngelamunin apa sih?” Tanya Nadia sedikit kesal.
Riko tersenyum, bingung.
“Gue ke kelas ya, Nad”
“Lho kok? Kita kan mau ngobrol”
“Gue mau urus berkas-berkas kelulusan. Ngobrol nya nanti-nanti lagi ya! Dah!” Riko pun melangkah pergi, tinggalah Nadia sendiri dengan segala kekesalannya.
“Ih! Riko apa sih yang harus gue lakuin supaya lo tau kalau gue suka sama lo! Dari awal SMA sampai sekarang akhir SMA, kenapa lo nggak sadar-sadar gue suka sama lo!” ucap Nadia dalam hati.

***
“CIT! Tunggu!”
Citra berusaha pura-pura tidak mendengar, tapi tidak bisa!
“Cit!”
Langkah Citra terhenti begitu juga Riko di belakangnya.
“Rik!”
Citra menoleh bersamaan dengan Riko. Masih sama seperti tadi, Nadia datang bagaikan pemisah antara Citra dan Riko.
“Rik.. gue udah cari lo kemana-mana. Eh.. gue mau ngomong sesuatu sama lo, gue harap lo… mmm nggak biarin gue untuk rasain ini sendiri” kata Nadia, maju satu langkah mendekati Riko. Tepat di depannya, disamping Citra.
“Pergi, Cit! Pergi! Nadia pasti mau ngomong itu.. Ayo pergi Citra! Kalau nggak mau patah hati lo harus pergi! Ayo pergi!!” Citra membatin. Ia tahu apa yang ingin Nadia katakana pada Riko.
“Rik.. gue… gue suka sama lo..” ucap Nadia dengan mata yang selalu berbinar saat berada didekat Riko.
Jleb!
“Andai ada paus yang makan gue sekarang, gue mau deh! Dari pada harus denger kata-kata Nadia itu”
Riko diam mematung. Entah apa yang harus ia katakana, ia sendiri tidak tahu!
“Rik…”
Riko menghembuskan nafasnya pelan karena merasa sesak. Ia lirik Citra disampingnya, mengapa ia merasa perasaannya sedih.? Mengapa Citra juga tertunduk.?
“Ehm! Nad, Rik, gue pulang duluan ya” pamit Citra
Nadia menoleh, ia baru sadar kalau ada Citra disampingnya.
“Eh.. I..iya, Cit. Hati-hati ya” kata Nadia.
Citra tersenyum, sedikit melirik Riko lalu membalikan badan dan berjalan pergi.
Riko menundukan kepala.
“Gue juga ada latihan band, gue pulang ya” tanpa menunggu respon Nadia ia melangkah.
“Rik!”
Riko menghentikan langkahnya tanpa menoleh.
“Gue tunggu jawaban lo!”
Riko menoleh lalu hanya tersenyum dan kembali melangkah, pergi!

***
“Cit! Please! Kamu  boleh usir aku dari rumah kamu tapi, denger dulu apa yang mau aku bicarain”
“Rik! Ini udah malam, udah deh, besok aja di sekolah. Orang tua aku sebentar lagi pulang, nggak enak kalau kamu disini malam-malam”
“Please, Cit! Cuma sebentar, aku nggak bisa tunggu sampai besok untuk bilang ini sama kamu!”
Jangan Rik! Gue mohon lo nggak usah ngomong apapun sama gue, gue nggak mau kata-kata lo itu, cuma bikin gue sakit hati. Kalau bisa jujur, gue juga mau ngomong kayak yang Nadia bilang ke elo tapi…”
“Kenapa kamu selalu menghindar dari aku, akhir-akhir ini?
“Ah? Kenapa apanya? Perasaan biasa aja deh, Rik. Aku nggak menghindar dari kamu”
Riko menatap Citra, tajam.
“Aku sayang sama kamu, Cit. udah satu tahun kita dekat tapi, hari ini aku udah nggak bisa simpan ini sendirian lagi. Aku suka sama kamu, dari awal aku ketemu kamu”
Citra merasa angin malam hari ini, menembus sampai ke tulang-tulangnya, membuatnya nyeri.
“Aku… aku nggak.. nggak rasain hal yang sama, Rik” ucap Citra.

Duarr!!!! Ucapan Citra tadi, bagaikan petir tanpa hujan yang menyambar Riko.

Citra memandang wajah Riko yang tertunduk.
“Aku bohong, Rik! Aku sayang juga sama kamu! sayang!” ucap Citra dalam hati. Hanya dalam hati.
Riko menundukan kepala.
“Rik.. aku minta ma—“
Riko mengangkat wajahnya lalu menyunggingkan senyum. Senyum nya yang selalu manis.
“Selamat malam, Cit. maaf mengganggu kamu, salam untuk Mama dan Papa” ucap Riko.
Citra hanya diam lalu mengangguk pelan.
Riko menunduk lagi lalu membalikan badannya, dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Citra.
“Rik!”
Riko menoleh cepat, ia harap ada sesuatu yang baik, yang ia dengar dari Citra.
“Hati-hati” ucap Citra sambil tersenyum.
Riko tersenyum palsu lalu mengangguk. Ternyata hanya kalimat itu yang Citra  ucapkan, jauh dari angan-angan Riko.
Citra menunduk, tanpa sadar air matanya mengalir dari kelopak matanya.

Citra duduk di kasur nya. Matanya sudah ia paksa untuk terpejam tapi tidak bisa. Pikirannya melayang kembali ke kejadian beberapa jam lalu, saat Riko mengatakan cinta padanya.
Ingin sekali rasanya Citra mengatakan hal yang sama tapi, lagi-lagi tidak bisa. Alasannya adalah.. karena Nadia, sahabatnya merasakan hal yang sama dengannya pada Riko. Tidak salah memang kalau Citra akhirnya bersama Riko, karena ia tahu Riko merasakan hal yang sama, toh perasaan tidak bisa dipaksakan, sayangnya hatinya berkata lain. Ia tidak boleh egois dan seakan-akan buta dengan apa yang terjadi di dekatnya. Ia akan merasa senang tapi sangat jahat dan kejam apabila bersama Riko, senang karena perasaan mereka bersatu dalam ikatan pacaran. Hal yang menjadi angan-angannya, dan disisi lain, ia kejam karena membiarkan sahabatnya merasakan kepedihan karena melihatnya menari-nari diatas kesedihannya dan juga seakan-akan tidak peduli pada perasaan Nadia, padahal selama ini, Citra lah yang menjadi tempat curahan hati Nadia tentang Riko dan perasaannya pada Riko. Dan kini walaupun ia merasa sedih karena harus bohong pada Riko dan menyembunyikan perasaan yang harusnya berbalas, ia merasa senang karena tidak harus melihat orang lain, sahabatnya sendiri tersakiti.
“Biar aja perasaan ini ada disini. di hatiku, biarlah cinta ini hanya dalam hati. Dalam hati selamanya..”

0 komentar: